Mengatasi Rasa Malu dengan Buku The Gift of Imperfection
Hallo kalian apa kabar? Semoga dalam keadaan baik-baik saja ya, kali ini mimin akan membahas buku yang berjudul “the gift of imperfection, tak apa-apa tak sempurna hilangkan pikiran kita ingin menjadi apa, jadilah diri sendiri”. Yup lumayan panjang judulnya hehehe, mimin juga bingung mau kasih judul apa, tapi lebih enak pake inggris aja ya the gift of imperfection. Nah buku ini bertema healing atau ya motivasi bentuk kesadaran, keterbukaan pada diri sendiri kepada orang lain.. bukunya sangat menarik untuk bagaimana menjadi orang yang terbuka tidak pesimis terhadap diri sendiri dan selalu menjadi manusia apa adanya dihadapan orang lain. Didalam bukunya menjelaskan banyak topik ada keberanian, belas kasih, rasa syukur, kemaluan. hmm bagi orang yang ingin mencoba open atau membuka diri belajar cocok banget baca buku ini.
Nah mimin mau sharing tentang sub judul
“kemaluan” dalam buku ini. Jadi kemaluan itu bukan jenis kelamin ya haha,
kemaluan itu lebih seperti sifat di dalam diri seseorang, Adanya rasa malu
menurut buku the gift of imperfection karena kita membatasi diri atau bisa juga
menutup diri kepada seseorang sehingga kita tidak terbuka, sub judul kemaluan ini
menurut mimin point besar dari buku the gift of imperfection, yup penyebab rasa
malu muncul adalah karena kita menuntut kesempurnaan misalnya harus tampil
cantik atau perfeksionis didepan orang lain, oleh karena itu hal ini membatasi
diri kita dan memunculkan sifat tidak percaya diri. Kemaluan berarti memberi batas kepada diri kita,
kita seolah dituntut agar sempurna oleh orang skitar kita, ketika kita tidak
sempurna, maka kita cenderung menghindar, dan malu, jadi kita harus menerima
diri kita apa adanya jangan terkait erat dengan orang yang tidak tahu siapa
diri kita.
Selain itu didalam buku the
gift imperfection menjelaskan tentang rasa bersyukur, bahwa bersyukur adalah
mengenali bahwa kita ini sudah cukup dengan keadaanya seadanya, bersyukur
berarti menjadi diri kita tidak berlebihan dan kelewat batas dan merasakan
kebahagian disaat ini karena kita merasa cukup.
Tapi konteks rasa malu ini berbeda dengan adab yang diterapkan di Indonesia, misalnya kita harus tahu malu agar sopan dan beradab, maksud disini adalah kita tidak boleh berlebihan, pembaca pasti mengkaitkan bahwa, kok disini malah rasa malu itu dianalogikan berbeda yah, sedangkan dalam buku ini kita tidak boleh malu, karena malu bentuk ketidakpercayaan diri. Jadi konteksnya dimana rasa malu dalam buku ini adalah memendam rasa dan hati seseorang akibat desakan orang lain, analogi kultur budaya tidak bisa kita samakan, missal orang korupsi di Indonesia sangat tidak tahu malu, konteks di sini adalah bentuk norma kesopanan, bahwa itu berlebihan dan tidak baik, jadi kalian harus membedakan 2 hal ini, agar tidak tumpang tindih. Tapi menarik kalau brene brown menganalogikan keduanya.
Baca Juga: Mengatasi Pikun dengan Membaca Buku
Buku ini selalu menjabarkan
tentang keauntentikan dan kerentanan, autentik menurut mimin adalah sifat asli
diri kita apa adanya, kerentanan adalah sifat diri kita yang mudah terhasut
oleh orang lain, baik dari sifat atau lainya, jadi dalam buku ini pun autentik
dan kerentanan seperti menjadi kalimat prioritas untuk menjelaskan suatu
fenomena
Hmmm. Ada lagi yang mimin suka kalimat
dari buku ini seperti, tentang spiritualitas bunyinya begini bahwa
spiritualitas tidak hanya tentang dogma agama, tapi spiritualitas tentang bagaimana
orang tersebut menjalin hubungan dengan apapun, yup bisa masyarakat, bisa
kerabat atau lainya yang membuat sadar, nyaman dan bahagia intinya tidak hanya
di kaitkan dengan agama ya.
Kalimat selanjutnya tentang kebahagian, bahwa
seseorang itu tidak usah mengejar kebahagian, karena jika terus dikejar akan
membuat kita justru tidak bahagia, poin intinya kita sebagai manusia harus
menikmati momen setiap saat, karena kebahagian bisa menghilang dengan cepat dan
datang dengan tidak terduga
Kemudian, ada yang menarik
lagi the gift imperfection menjelaskan tentang “bermain”, mimin suka dengan
sudut pandang bermain ini, dalam bukunya menjelaskan bahwa, kita harus
meluangkan waktu untuk bermain, bermain apa saja yang membuat gembira,
terkadang rutinitas kita setiap hari terasa melelahkan, seperti bekerja,
mengajar, dan bersekolah. Dengan bermain akan lebih menyegarkan pikiran kita,
dan kita akan lebih bahagia. jadi manusia itu perlu bermain. hal-hal apa saja
yang membuat dia nyaman diluar tugas wajib, yaitu bermain. maka lakukanlah.
Beberapa kutipan yang mimin
sukai
“menarilah seakan-akan tidak
ada orang yang memperhatikan. Menyanyilah seakan-akan tidak ada orang yang
mendengarkan. Mencintailah seakan-akan kita tidak pernah terluka, dan hiduplah
seakan-akan surga ada di dunia”
“tuhan berilah aku kedamaian
untuk dapat menerima hal-hal yang tidak bisa diubah, keberanian untuk mengubah
hal-hal yang bisa kubah, dan hikmat untuk bisa mengenali perbedaanya”
“jangan tanya apa yang
dibutuhkan oleh dunia. Tanya apa yang membuat kita menjadi hidup, dan
lakukanlah. Karena yang dibutuhkan dunia adalah orang-orang yang menjalani
hidup”
Kelebihan buku
Buku ini didasarkan pada
riset penulis yaitu brene brown, jadi setiap kesimpulan akhir atau sesuatu yang
masih runyam brene melakukan penyimpulan akhir dari sebuah kisah atau fenomena
didasarkan pada riset terlebih dahulu, jadi menurut mimin ini sangat bagus agar
kita membaca buku tidak hanya dari untaian kalimat seseorang saja, tapi harus
berdasarkan riset terlebih dahulu agar hasil analisis yang menjelaskan suatu
kalimat kebenaranya tidak diragukan.
Kekurangan buku
Menurut mimin kekurangan buku ini ada
dalam segi translate, bahasanya cenderung lumayan sulit, jadi harus ada extra
keras agar mengerti suatu kalimat yang di jelaskan, mimin sampe 2 kali membaca
buku ini karena kesulitan dari segi bahasa, menurut mimin si tidak hanya dalam
buku ini, masih banyak terjemahan buku yang kurang sesuai dan sulit dimengerti.
Buku terjemahan memang seperti itu kak, bahasa yg digunakan cenderung sulit dipahami. Aku juga menemui hal tsb bila membaca buku terjemahan.